“KASUS PERBANKAN DI INDONESIA PADA KASUS
MALINDA DEE, MANTAN SENIOR RELATION MANAGER CITIBANK”
JAKARTA - Kasus
pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda alias
Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut
merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di
tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet
ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika
Gumilang.
Tengok saja koleksi
mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya di atas
Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut menarik
perhatian seluruh media infotainment. Dan yang tak kalah menghebohkan adalah
operasi pembesaran payudara yang dilakukan Melinda dibahas media dengan meminta
tanggapan dokter bedah plastik hingga nyaris menenggelamkan substansi kasusnya.
Payudaranya juga menjadi bahan olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Pembobolan simpanan nasabah
kakap oleh Melinda selama kurang lebih tiga tahun berakhir 23 Maret 2011
setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse
Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di apartemennya di kawasan SCBD,
Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak setelah mendapat laporan pihak
Citibank pada bulan Januari.
Dalam keterangan saksi
di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan
menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah
kaya dan sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan
transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit
tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya,
Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller
Citibank.
Jaksa Penuntut Umum
mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang dalam kurun waktu 22
Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi
di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai Rp27,36 miliar dan 53
transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
Bagaimana Melinda
beroperasi selama itu?
Guna meraih kepercayaan
nasabah, wanita 47 tahun tersebut terlebih dahulu memperlakukan mereka secara
istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank.
Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga
puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya.
Dari sini, Melinda
secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian
mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia
gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke
beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah,
sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi.
Untuk mengaburkan bukti
kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah
Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, duit inilah yang digunakannya, antara
lain untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari. Tengok saja
kesaksian Rohly Pateni, salah satu nasabah yang menjadi korban Melinda. Dia
mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah
Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk
bekerja.
Berdasarkan kesaksian
mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid, Melinda
mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita
Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT
Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utma di
empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan
Gesang Timora tersebut.
Dari keempat perusahaan
ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika maupun
adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Andhika
menampung uang curian itu dengan membuka banyak rekening dengan identitas
berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia juga diseret ke muka pengadilan
dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan
menampung uang yang diduga hasil tindak pidana istri sirinya.
Andhika didakwa
melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang
juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan
Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun Visca ditetapkan
diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari Rp8miliar, dalam
kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010. Tahap pertama
Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000. Lalu, Malinda mengirim lagi
Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp66juta, dan terakhir Rp401.480.000. Jaksa
mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp5 juta.
Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari
Melinda sekira Rp20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam
51 kali transaksi.
Sementara itu, jaksa
menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang
Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia
dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal
55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.
Kedua, Pasal 3 ayat 1
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25
Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3
Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun
penjara.
Fakta lain yang cukup
menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama
PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam
perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena
tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Yang juga tak terungkap
dari kasus tersebut adalah identitas dan latar belakang nasabah yang ditangani
Melinda yang kabarnya mencapai puluhan orang. Sebab, yang melapor ke polisi
cuma tiga orang. Semula, banyak pihak berharap seluruh nasabahnya melapor
sehingga di sisi lain juga bisa ditelisik apakah ada di antaranya pejabat
negara sekaligus mencari tahu darimana sumber uang itu.
Selain menjerat
Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga menyeret rekan kerja Melinda
yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan
SW selaku Cash Supervisor Manager. Mereka menyusul Dwi Herawati binti Harno
Wijoyo, Novianty Iriane binti Emon, dan Betharia Panjaitan yang lebih dahulu
ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani persidangan dengan tuduhan
turut membantu perbuatan Melinda.
Kasus ini masih akan
berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih menjalani persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu pun dari mereka yang dijatuhi
vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa saja berlanjut hingga beberapa tahun
ke depan jika persidangan berlanjut ke tingkat Mahkamah Agung.
Analisis kasus
Malinda Dee, seorang mantan senior Relationship
Manager Citibank telah melakukan tindak pidana pencucian dan penggelapan dana
nasabah sebesar lebih dari Rp 16
milyar. Selain
nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat
karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang. Untuk meraih kepercayaan nasabah, terlebih dahulu Malinda Dee memperlakukan mereka
secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank.
Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga
puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya, setelah nasabah percaya barulah Malinda Dee
melancarkan motifnya dengan mengajukan blanko kosong untuk
ditanda tangani oleh nasabah
yang menjadi target penipuannya untuk memuaskan kepentingan pribadi. Ternyata
Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik
rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya selaku Head Teller Citibank.
Untuk
mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri
dana nasabah Citibank atas nama orang lain.
Berdasarkan
kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid,
Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT
Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources,
dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utama di empat perusahaan. Dengan terungkapnya kasus ini,
jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, dengan ancamannya adalah 15
tahun penjara.
Pendapat Kelompok:
Menurut pendapat kelompok kami, Malinda Dee telah
melakukan penyimpangan etika profesinya sebagai senior Relationship Manager Citibank.
Karena dalam
kasus ini Malinda telah melanggar
beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1.
Prinsip
Tanggung Jawab
Profesi,
karena Malinda tidak
bertanggungjawab atas kepercayaan yang telah diberikan oleh para nasabahnya. Dan
juga tidak menunjukkan komitmen atas profesionalismenya senior
Relationship Manager Citigold Bank Citibank.
2.
Prinsip Kepentingan Publik, Disini
Malinda tidak mementingkan kepentingan publik yaitu kepentingan para nasabahnya
dan kepentingan nama baik Bank Citibank tersebut. Tetapi Malinda hanya mengutamakan
kepentingan pribadi dan keluarganya.
3.
Prinsip
Integritas, Awalnya Malinda tidak mengakui
kecurangan yang telah
dia lakukan hingga akhirnya
diperiksa dan dimintai
keterangannya dari
para saksi yang terlibat
dalam kasus tersebut.
4.
Prinsip Standar Teknis, Malinda tidak mengikuti peraturan Bank dan undang-undang yang
berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
Nama Kelompok :
- Clarissa
Trisqi H. (21211680)
- Linda
Rustiani (24211109)
- Nurul
Astuti (25211389)
- Sukma
Sariningtyas (28211626)
- Syifa
Yusnika (27211003)
Kelas: 4EB24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar